Mengenal Media Cetak dan Online, Suara Journalist Koran Pemberita Korupsi SJ-KPK dan Sinergitas Pemberitaannya

JAKARTA-Monitordesa.com| Berbagai pertanyaan dari Eksekutif, Legislatif, Judikatif dan Masyarakat terkait hubungan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Suara Journalist Koran Pemberita Korupsi (SJ-KPK) sering kali memenuhi catatan redaksi untuk segera di jawab, oleh karena itu dengan memperhatikan pertumbuhan Media Cetak dan Online sangat pesat di tahun politik ini, maka dalam editorial kali ini perlu di jelaskan hubungan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Suara Journalist Koran Pemberita Korupsi (SJ-KPK) serta peran Media secara umum.

Secara Kelembagaan Komisi Pemberantas Korupsi adalah Lembaga Negara yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sedangkan Perusahaan Pers dibentuk dengan memperhatikan kebebasan berpendapat yang diatur dalam UUD 45 dan berdasarkan undang-undang Pers Nomor 40 tahun 1999, sehingga Suara Journalist Koran Pemberita Korupsi dan media lainnya (elektronik dan cetak) dibentuk berdasarkan Akta Notaris dan didaftarkan dalam Asosiasi Pers, yang saat ini Suara Journalist Koran Pemberita Korupsi terdaftar dalam Forum Pers Independent Indonesia (FPII).

Dalam Melaksanakan fungsi dan peranannya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaksanakan amanat undang-undang untuk melakukan Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi secara professional, konsisten dan berkesinambungan, bebas dari kekuasaan manapun, dengan memperhatikan undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 sebagai pedoman pelaksanaan operasional yang berkaitan dengan Kerugian Keuangan Negara, Suap Menyuap, Penggelapan dalam Jabatan, Pemerasan, Perbuatan Curang, Benturan Kepentingan dalam Pengadaan, dan Gratifikasi, sedangkan Suara Journalist Koran Pemberita Korupsi (SJ-KPK) dan Media lainnya melaksankan pemberitaan dan menyebar luaskan informasi yang berpedoman pada undang-undan Pers Nomor 40 tahun 1999 yang antara lain seperti yang diatur dalam Pasal 3 ayat 1 yang mengatur tentang fungsinya sebagai Media Informasi, Pendidikan, Hiburan, dan sebagai Kontrol Sosial yang sangat penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik dalam bentuk Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya, Pasal 6 Ayat 1,2,3,4,5 yang mengatur tentang memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, menghormati kebhinekaan, mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran, serta Pasal 18 Ayat 1 yang dengan tegas mengatur tentang sanksi, bahwa setiap orang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kinerja Jurnalis dalam mencari, memperoleh dan menyebar luaskan gagasan dan informasi dipidana dengan pidana 2 (dua) tahun penjara atau denda Rp 500.000.000.- (lima ratus juta rupiah).

Dengan memperhatikan pembentukannya secara kelembagaan dan fungsi serta peranannya, maka sangat jelas bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Suara Journalist Koran Pemberita Korupsi (SJ-KPK) tidak mempunyai hubungan, keduanya sama-sama independen, akan tetapi dalam aktifitasnya kedua lembaga tersebut dapat besinergi, misalnya dalam hal pemanfaatan informasi pemberitaan Pers sebagai indikasi awal terjadinya suatu tindak kejahatan yang masih perlu di dalami oleh aparat penegak hukum (KPK, Kejaksaan, Kepolisian) seperti yang diatur dalam undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo undang-undang Nomor 20 tahun 2001, dan undang-undang lainnya yang diatur dalam KUHP, sedangkan disisi lain Pers dapat mengawasi dan memanfaatkan informasi dari lembaga penegak hukum (KPK, Kejaksaan, Kepolisian) untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui suatu informasi secara benar dan akurat.

Sejarah telah membuktikan bahwa Oriterian, Oligarki, Arogansi Kekuasaan, Penyelewengan, Kecurangan, Ketidakadilan, Keserakahan, Korupsi, Kolusi, Nepotisme, dan berbagai tindak kejahatan talah dihancurkan oleh Pena Jurnalis, sejarah juga telah banyak membuktikan bahwa tumbangnya penguasa-penguasa oleh Pena Jurnalis lebih banyak dari korban akibat ditembus peluru, oleh karena itu jika masih ada aparat penegak hukum yang menangkap jurnalis/wartawam sehubungan dengan tugas pemberitaannya dan ditahan untuk diproses dengan undang-undang Hukum Pidana, tanpa mempertimbangkan undang-undang Pers yang melindungi para pewarta, maka mereka adalah duri dalam demokrasi yang perlu dilenyapkan, karena hal tersebut adalah ancaman serius terhadap para pewarta sebagai pilar demokrasi, dan hal ini juga ancaman terhadap tegaknya Keadilan dan Demokrasi.

(MD/SJ-KPK)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *