Jakarta – Ekonom Universitas Indonesia yang juga Direktur Eksekutif Next Policy Dr. Fithra Hastiadi, ME, Ph.D, mengatakan masyarakat harus diberi optimisme untuk dapat melewati pandemi Covid-19 ini, khususnya dalam bidang ekonomi.
“Optimisme sangat penting untuk dapat bersama melewati pandemi ini. Nilai-nilai solidaritas sosial seperti peduli sesama bangsa, gotong royong saling membantu tetangga yang kesulitan, merupakan kekayaan bangsa, tinggal bagaimana melakukan hal tersebut dalam skala nasional,” ujarnya di Jakarta, 14 Mei 2020.
Pandemi Covid 19 terjadi sejak Desember 2019 di Wuhan, Cina. Pada bulan Januari-Februari 2020 atau di awal masa pandemi ini, Indonesia sebenarnya mengalami keuntungan atau surplus dari nilai ekspor. Namun pada Maret 2020 terjadi anomali, sebelumnya surplus yang kita alami, impor turun di banding ekspor, terjadi perlambatan mobilitas ekonomi kita akibat merebaknya covid 19 di Indonesia.
Tekanan akibat Pandemi Covid 19 bukan hanya terjadi di Indonesia namun di seluruh dunia. Untuk bulan April 2020 situasi lebih baik, karena adanya kebijakan dari pemerintah yang bisa meredakan gejolak pandemi yang sangat menganggu perekonomian. Pertumbuhan ekonomi kuartal pertama di tahun 2020 meleset jauh, yaitu sekitar 2,97 persen dari harapan 4 persen. Namun hal ini masih lebih baik dibanding beberapa negara Asean dan beberapa negara di Amerika dan Eropa.
Ekonomi pada kuartal kedua lebih besar tekanannya, yang berdampak pada sektor pariwisata dan transportasi.
“Permasalahan kedepan adalah stok kebutuhan logistik, walaupun saat ini cukup aman. Pemerintah telah memberi edukasi kecukupan bahan pokok serta mengeluarkan stimulus, insentif pajak, dll,” tambahnya.
Perppu nomor 1 tahun 2020 mengatur penganganan pandemi covid 19 secara ekstra ordinary dan out of the box. DIperlukan kepastian dari Bank Indonesia agar Perppu nomor 1 tahun 2020 dapat memberi kepastian secara lebih tegas.
Walaupun paket stimulus sudah besar yaitu sekitar Rp 400 triliun, namun masih lebih kecil dibanding beberapa negara. Idealnya paket stimulus berkisar antara Rp 700 sampai Rp 1.000 trilyun, karena sangat banyak masyarakat yang terdampak dari pandemi ini.
“Idealnya dalam 3 bulan ke depan pemerintah bisa menampung, setidaknya mensubsidi industri. Karena ketika mereka menghentikan kegiatan maka akan sulit untuk bangkit. Harus ada subsidi untuk mereka. Covid bisa menimbulkan angka pengangguran sampai 20 juta orang.
Dampak covid 19 sangat besar bagi orang-orang berpenghasilan rendah, sementara bagi orang kaya walaupun terdampak tetapi mereka masih ada tabungan.
“Namun demikian, karena kemampuan pemerintah terbatas, diperlukan solidaritas sosial, gotong royong dalam keadaaan masa Pandemi ini. Seperti keadaan pada masa tsunami di Aceh sehingga bisa recovery dengan cepat. Budaya gotong royong masyarakat Indonesia harus di bangkitkan lagi,” ia menambahkan.
Pemerintah sudah tepat menerbitkan aturan PSBB. Walaupun berat namun tugas pemerintah untuk bisa menjaga warganya untuk tetap sehat. Karena apabila abai bisa saja Covid 19 pada akhirnya tidak bisa selesai segera, yaitu bisa mencapai dua atau tiga tahun kedepan.
Contoh yang bagus di provinsi Bali, walaupun daerahnya tidak melakukan PSBB maupun lockdown, namun perangkat adatnya sudah berjalan sehingga mereka tidak terlalu terdampak Covid 19.
“Masyarakat disana takut kepada pecalang (petugas adat)”, tambahnya.
Sementara untuk provinsi lain yang terbilang sukses menerapkan PSBB yaitu Sumatera Barat. Masyarakatnya disipilin jauh dari daerah lainnya yang kurang disiplin. Agar dapat berhasil menangani Pandemi Covid 19 ini Pemda harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat. Yang paling penting adalah koordinasi atas perbedaan aturan, misal larangan mudik dari pemerintah tujuanya adalah menghalangi penyebaran. Pengusaha harus optimis dalam masa Pandemi Covid 19 ini. Pengusaha juga harus lebih sering koordinasi dengan pemerintah.