PATI-Monitordesa.com| Saat ini berbagai kota dan kabupaten sedang melaksanakan pengisian perangkat desa, bahkan ada yang sudah selesai dengan berbagai permasalahan yang ada.
Proses ujian perangkat desa dengan cara LJK (lembar jawaban komputer) memberi peluang besar kecurangan dengan sistem yang ada saat kunci jawaban bisa di atur sedemikian rupa, bahkan pola kunci jawabanpun sudah tersedia, langkah ini yang harus kita cegah.
Proses pengisian perangkat desa di kabupaten Pati tahun 2020 akan segera dilaksanakan tanggal 21 November 2020 dengan ujian serentak di kabupaten Pati.
Tetapi tempat dan cara ujian seleksi belum ditentukan mau menggunakan cara atau metode LJK ataupun CAT.
Sesuai perbup no 45 tahun 2020 tentang pengisian perangkat desa tahun 2020 menitik beratkan untuk pengisian kepala urusan perencanaan (Kaur Perencanaan).
Tetapi dalam proses pengisiannya ada juga desa yang mengajukan jabatan sekdes, kaur kesra, kasie pemerintahan dan juga kaur keuangan hal tersebut akibat kekosongan jabatan didesa yang mengajukan.
Sampai dengan hari ini tahapan yang sudah dilaksanakan oleh desa atau panitia sudah sampai pada tahap penskoran nilai pengabdian calon perangkat desa.
Untuk tahap berikutnya panitia menyampaikan pesan kepada calon terkait undangan ujian akan disampaikan jelang ujian perangkat desa yang akan dilaksanakan dengan cara LJK maupun CAT.
Sedangkan biaya pengisian perangkat desa bersumber dari desa kurang lebih 10 juta sisanya ditanggung pemenang atau calon terpilih dengan nilai skor tertinggi.
Anggaran pengisian perangkat desa bervariatif ada yang mencapai 70 jutaan tergantung dari anggaran yang dibuat oleh panitia, yang kemudian hari akan ditanggung calon terpilih dengan nilai skor tertinggi yang sudah dinyatakan lolos tanpa ada keberatan dari pihak calon yang kalah.
Tokoh masyarakat Soeghiarto yang juga merupakan pimpinan lembaga PIN-RI eks karisidenan Pati menyoroti terkait isu yang beredar jika pengisian perangkat desa kabupaten Pati tahun 2020 sarat dengan transaksional jual beli jabatan perangkat desa.
Hal tersebut didasarkan pada munculnya nilai uang yang beredar dimasyarakat jika ingin menjadi perangkat desa, sampai saat ini banyak calon yang mengeluhkan hal tersebut tetapi masih belum berani muncul secara terbuka.
Pada umumnya mereka calon yang merasa tidak mendapat rekomendasi dari kades, cukup tahu akan hal tersebut.
Sehingga untuk kebenarannya hanya sekedar isu sampai detik hari ini, apakah tataran demokrasi sudah sedemikian rupa sehingga untuk mencapai tujuan (jabatan) harus menghalalkan segala cara.
Tetapi pada dasarnya itu sudah menjadi rahasia publik disetiap pengisian perangkat desa, namun sampai hari ini masih menjadi pergunjingan warga dan masyarakat setempat di warung warung kopi.
Ujian pengisian perangkat desa sangat mungkin terjadi kecurangan.
Hal tersebut bisa ditarik dari beberapa daerah lain yang sudah melakukan tes ujian perangkat yang berbuntut dengan keberatan dari calon yang kalah karena tranparansi terkait hasil test oleh pihak ketiga tidak ditampilkan secara real time.
Sebut saja beberapa kabupaten yang baru saja selesai mengisi jabatan fungsional perangkat desa, yang akhirnya berbuah kegaduhan dan berbuntut panjang hingga saling melaporkan, seperti kab. Bojonegoro sampai detik ini masih ricuh karena sistem LJK masih terus digunakan, sedangkan sudah tidak relevansi karena penuh dengan segala kecurangan dimainkan oleh panitia penyelenggara, bahkan jadwal tes yang seharusnya pagi hari mundur sampai siang hari, juga hasil jawaban yang menggunakan pensil 2B hasil sreening atau scan bisa hilang datanya, begini mudahnya permainan hasil tes yang dilakukan oleh para panitia penyelenggara.
Sehingga calon tidak tahu pasti berapa jumlah jawaban benar atau salah dari hasil test yang mereka jalani.
Selain itu metode LJK (lembar jawaban komputer) juga menimbulkan kasus dimana scan tidak akurat hingga hilangnya LJK calon yang sudah mengikuti ujian, karena selalu timbul permasalahan yang ada.
Sehingga calon hanya mengetahui nilai akhir hasil ujian dari panitia pengisian perangkat desa,” ungkap Soegiharto.
Sugiharto menekankan agar ujian dilakuan dengan cara CAT (Computer Assisted Test) sehingga nilai ujian bisa langsung diketahui oleh peserta, dan peserta bisa langsung minta print out hasilnya yang kemudian diberi pengesahan oleh pihak penyedia jasa ujian atau dengan sistem barcode.
PIN-RI bersama jaringan kerja LSM kabupaten Pati meminta agar segera Bupati PATI, demi tranparansi menerbitkan surat keputusan metode CAT, dan pihak ketiga yang ditunjuk (perguruan tinggi) dalam ujian tertulis, bisa diterbitkan mengingat alokasi waktu sudah dekat.
Sehingga bisa dicocokan disaat penyampaian hasil test oleh panitia pada hari itu juga.
Saatnya kita dorong para penyelenggara dan pemangku kebijakan ini untuk memilih metode terbaik agar semua pihak tidak ada yang dirugikan dan saatnya kabupaten Pati menjadi icon pemerintahan yang bersih dan akuntabel transparan dalam setiap lini yang ada, sesuai dengan jargon notoprojo bangun deso,” pungkasnya.
(IS/Red)