Benarkah Persalinan Ditengah Pandemi Covid-19 Beresiko ? (bagian 6)

Surabaya-Monitordesa.com| PENYEBARAN virus corona sampai saat ini terus menggelinding , jelas hal ini sangat mempengaruhi pelayanan kesehatan di Indonesia.

Salah satunya yakni pelayanan di bidang obstetri yang dialamnya terkait pelayanan terhadap ibu hamil.

Seperti yang kita ketahui bahwa angka kematian ibu dan angka kematian bayi merupakan salah satu poin penentu kualitas sumber daya manusia yang tersebut dalam Millenium Development Goals (MDGs) dan yang terbaru disebut oleh Sustainable Development Goals (SDGs).

Maka sangat penting kita menjaga pelayanan obstetri ini meskipun babak belur akibat Covid-19.

Ibu hamil memiliki faktor risiko tertular virus Covid-19 terutama trimester ketiga.

Ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi tenaga kesehatan yang menjadi penopang pelayanan ini dokter spesialis kandungan dan bidan.

Risiko penularan Covid-19 tenaga kesehatan ke pasien dan sebaliknya akan besar apalagi bila tidak ada dukungan APD (Alat Pelindung Diri) yang adekuat terutama untuk bidan praktek mandiri, bidan puskesmas dan rumah bersalin.

Seperti diberitakan di banyak media online, angka kehamilan di era pandemi tinggi akibat work from home.

Satu dua tahun ke depan angka persalinan akan jauh meningkat tajam karena stok KB IUD atau spiral menipis, karena negara india sebagai produsen IUD juga terkena dampak Covid-19.

Tingginya angka kehamilan akan memiliki konsekuensi persalinan ibu hamil dengan diagnosis penyerta Covid-19. Pemerintah harus mengkalkulasi kekuatan fasilitas pelayanan kesehatan obstetri baik itu penguatan fasilitas kesehatan dan dukungan penuh kepada SDM pemberi pelayanan obstetri.

Bidan di papua, menyampaikan kepada penulis ketakutan mereka menolong persalinan dengan dukungan APD ala kadarnya.

Mau tidak mau mereka harus menolong pasien karena pelayanan obstetri identik dengan kegawatdaruratan ibu dan janin. Bila tidak ditolong janin bisa meninggal, bila ditolong dengan keterbatasan APD, risiko tertular Covid-19 dari pasien yang tanpa gejala ditanggung bidan.

Di kota besar pun akan mengalami hal yang sama. Sebagai contoh di kota Surabaya yang potensial menjadi episentrum baru Covid-19.

Anggaran penanganan Covid-19 kota Surabaya mencapai ratusan miliar, serapan anggarannya harus dialokasikan untuk perlindungan tenaga kesehatan di unit-unit terkecil.

Sebab bila tenaga kesehatan di unit terkecil seperti puskesmas, rumah bersalin, bidan praktek bekerja tanpa ada alat pelindung diri, keputusan rasional adalah merujuk pasien ke rumah sakit.

Kekuatan rumah sakit kecil pun ada limitnya, karena kebutuhan APD di era pandemi ini sangat berat.

Kejadian banyak rumah sakit overload akibat lonjakan kasus banyak juga menghantam kualitas pelayanan obstetri.

Perhatian kita tertuju pada Covid-19, padahal ada penyakit lain di luar Covid-19. Hamil dengan sakit jantung, hamil dengan penyakit autoimun, hamil dengan risiko perdarahan, semua terhantam oleh Covid-19.
Contoh kasus, di salah satu rumah sakit tersier di negara dunia parallel, yang juga terinfeksi Covid-19.

Terjadi overload pasien di rumah sakit kecil, pasien hamil dengan Covid-19 terpaksa dirujuk ke rumah sakit kesehatan tersier tersebut.

Banyak kasus pasien hamil dengan Covid-19 positif, ditolak banyak rumah sakit pada akhirnya datang sendiri ke rumah sakit tersier.
Mau tidak mau pasien diterima dengan konsekuensi kamar bersalin penuh pasien Covid-19 dan bisa terjadi menginfeksin pasien non Covid.

Pasien hamil dengan sakit jantung yang memerlukan operasi, pasien hamil penyakit penyerta lain yang memerlukan operasi harus sabar delay mendapat pelayanan akibat Covid-19.

Kenapa demikian?karena problemnya ruang operasi pasien dengan Covid-19 dan pasien non covid berada di lantai yang sama.

Pemerintah harus hadir membenahi sistem kesehatan di era pandemi termasuk pelayanan obstetri ini. Rumah sakit rujukan Covid-19 yang punya kapasitas bed besar, dukungan ruang operasi dengan standar Covid-19, ruang perawatan post operasi yang khusus Covid-19 harus segera direalisasikan.

(SP/Red)
Sumber : Dr. Sony Fadli
(RSUD dr. Soetomo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *